Hakim Morgan Simanjuntak Bantah Tudingan Terima Rp5 Miliar

/ Kamis, 10 Agustus 2017 / 18.52
Medan- Morgan Simanjuntak SH, hakim yang menyidangkan permohonan Praperadilan Siwaji Raja alias Raja di Pengadilan Negeri (PN) Medan, membantah terima uang sebesar Rp 5 miliar seperti yang dituding keluarga almarhum Indra Gunawan alias Kuna.

"Itu tidak benar," ucapnya saat dikonfirmasi SIB via SMS, kemarin.

Morgan bahkan menyebut apabila pihak keluarga Kuna ingin melaporkan dia ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ia mempersilakan. "Melaporkan itu hak dia. Tentu harus punya data-datalah," jelasnya lagi.

Mengenai pertimbangannya mengabulkan sebagian permohonan prapid Siwaji, Morgan menilai pihak kepolisian cukup malas untuk mencari bukti baru guna melengkapi berkas Siwaji. Sehingga bukti lama yang sebelumnya sudah kalah di prapid pertama, kembali diajukan dalam prapid kedua kalinya ini.

"Seharusnya, ketika prapid pertama kemarin dikabulkan, pihak kepolisian  langsung mencari bukti baru. Sudah jelas mereka kalah sebelumnya. Ini prapid kedua kalinya yang dilayangkan pihak Siwaji. Dan bukti yang mereka (polisi) miliki hanyalah bukti yang sama ketika mereka dikalahkan pada prapid pertama. Hanya yang tambah buktinya adalah keterangan saksi. Saya periksa keterangan saksi sebagai bukti baru mereka. Ternyata tak ada relevansinya dengan fakta kejadian," terangnya.

"Jadi harus bagaimana lagi saya memberi pertimbangan. Sementara buktinya sama saja dengan bukti yang pernah sudah dikalahkan di prapid sebelumnya. Saya memantau kasus ini sejak sehari setelah dikabulkannya permohonan prapid pemohon yang pertama sebelumnya. Kalau tidak salah, tanggal 13 Maret 2017, prapid pertama dikabulkan. Nah keesokan harinya, Siwaji dibebaskan dari Polrestabes, namun hanya dalam hitungan menit, dia kembali ditangkap. Dari sejak itu saya sudah pantau dan saya pertimbangkan," jelasnya lagi.

Atas kasus ini, ia pun berharap agar pihak kepolisian seharusnya benar-benar mencari bukti baru apabila memang benar adanya keterlibatan Siwaji atas pembunuhan Kuna. "Harus seriuslah," jelasnya.

Menyikapi tudingan uang Rp 5 miliar, pengamat hukum Kota Medan Muslim Muis menyebut tudingan tersebut haruslah diuji kebenarannya. Keluarga Kuna harus segera melaporkan dugaan tersebut ke pihak yang berwajib. Selain itu, ia menyarankan agar juga dilapor ke Komisi Yudisial dan Bagian Pengawasan (Bawas) pada Mahkamah Agung (MA). "Supaya jelas tudingan itu, ini harus dilaporkan oleh yang berkepentingan. Ada wadahnya. Jangan hanya cuap saja. Segera laporkan agar tahu mana yang benar terkait tudingan itu," jelas Muslim menanggapi.

Sebelumnya, Rada Krisna, Paman Kuna mengatakan, ia sudah mendapat informasi bahwa hakim akan memvonis bebas persidangan praperadilan Siwaji Raji di PN Medan. Bocoran tersebut mengatakan hakim mendapat bayaran Rp 5 miliar.

"Belum ada keputusan dari pemerintah atau hakim, sudah diumumkan Jumat kemarin bahwa Siwaji Raja akan bebas. Ternyata benar informasi itu," ujar Krisna.

Ia menambahkan, tidak akan tinggal diam dengan perilaku hakim yang diduga telah menerima suap pada persidangan tersebut. "Keluarga mana yang tak tinggal diam diperlakukan dengan cara persidangan yang seperti ini. Hakimnya korupsi, akan kami lapor biar ditangkap KPK," ujarnya.

Akan Lapor ke Kejatisu dan Ombusman RI
Merasa ada kejanggalan dan dugaan pelanggaran etik profesi terhadap oknum jaksa yang menangani kasus Siwaji Raja alias Raja, keluarga korban pembunuhan berencana Indra Gunawan alias Kuna akan membuat pengaduan ke bagian pengawasan jaksa di Kejati Sumut.

Paman Kuna, Radha Krisna mengatakan perkara tersebut sudah dinyatakan lengkap oleh JPU serta sudah diproses tahap dua (p21) sekira dua bulan lalu. Namun, kejanggalannya mengapa tidak segera dilimpahkan ke pengadilan.

"Inikan sudah P21, seharusnya kan sudah ada persidangan, ini kok tidak ada. Sementara berkas para tersangka lainnya sudah dilimpahkan. Kami tidak terima, ini akan kami laporkan oknum jaksanya ke pengawasan di Kejati Sumut," ucapnya kepada wartawan di Medan.

Ia menuding semacam adanya skenario permainan dalam mengaburkan kasus pembunuhan tersebut. "Ada celah dari Kejari Medan yang sengaja memperlama berkas Raja. Dengan itu, membuat tim kuasa hukum Raja bisa mengajukan Prapid kembali," terangnya.

Atas kejanggalan itu, pihaknya selain akan melaporkan ke Kejati Sumut, berencana juga akan melaporkan ke KPK, Ombusman RI, DPR RI dan Komisi Yudisial.

Sementara Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sumut Sumanggar  Siagian menegaskan, tak menutup kemungkinan akan melakukan pemeriksaan terhadap para jaksa yang menangani Siwaji Raja termasuk Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Medan, Taufik SH. "Tak tertutup kemungkinan ada diadakan pemeriksaan internal terkait kasus Siwaji Raja," ucapnya.

Ia pun menyarankan agar pihak keluarga Kuna segera datang dan membuat pengaduan di Kejati Sumut.

"Pastinya lebih baik ada laporan pengaduan (dari keluarga korban Kuna) kepada kita," kata mantan Kasi Pidum Kejari Binjai itu.

Hina Pengadilan
Sementara itu, Dirjen Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum) Mahkamah Agung, Herri Swantoro mengimbau para hakim untuk melakukan kordinasi dengan pimpinan terutama dalam menyidangkan kasus tertentu yang menghadirkan massa.

Kepada wartawan, usai meninjau Pengadilan Negeri (PN) Medan, Herri Swantoro menegaskan bahwa hakim memiliki kemerdekaan setiap mengambil keputusan, tetapi juga harus menjaga wibawa kelembagaan. "Artinya, bagi hakim yang menangani perkara penting dia harus on the track kemudian harus melakukan kordinasi dengan pimpinan untuk menjaga kekondusivan selama persidangan satu contoh di antaranya kasus persidangan praperadilan Siwaji Raja," jelasnya.

Ia juga telah bertemu hakim tunggal Morgan Simanjuntak yang menyidangkan dan memutuskan persidangan praperadilan Siwaji Raja. Dalam pertemuan ia kembali mengingatkan seharusnya Morgan Simanjuntak melapor atau kordinasi dengan pimpinan dalam menjaga wibawa kelembagaan.

Sekaitan dengan kasus ini, ia menyerahkan proses pemeriksaan terhadap hakim Morgan kepada Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Medan dan mengenai sanksi juga diserahkan kepada Ketua PT Medan sebagai atasan langsung.

Mengenai fasilitas ruangan sidang, Dirjen Badilum telah meminta ketua PN Medan untuk melakukan pengecekan. Sebab fasilitas yang sekarang ini sudah cukup baik namun bila ada yang kurang seperti speaker dan mikropon itu harus ada di setiap ruang sidang dan hakim harus membacakan dengan terang dan jelas sehingga para pengunjung sidang dapat memahami.

Selain itu, Herri Swantoro juga menyebut keluarga korban pembunuhan berencana, Indra Gunawan alias Kuna,  telah melakukan kerusuhan, perusakan dan menghina pengadilan (Contemp of Court). "Cuma yang melakukan kerusuhan (dan perusakan) itu, dia tidak tahu dan tidak sadar bahwa dia telah melakukan penghinaan terhadap pengadilan. Orang seperti itu harus ditindak," ucap Herri.

Herri menjelaskan, jika ada para pihak yang merasa keberatan atau kesal atas putusan pengadilan, bisa melaporkan hakim atau melakukan upaya hukum lain. "Kita menerima keluhan dan merasakan kekecewaan itu. Kalau dia tidak puas terhadap putusannya, dia bisa melaporkan hakim atau upaya hukum lain. Tapi karena ini putusan praperadilan, jadi tidak bisa melakukan upaya hukum lain dan sudah final," jelasnya.

Laporkan Keluarga Kuna
Perusakan fasilitas PN Medan yang dilakukan korban penembakan pengusaha airsoft gun, Indra Gunawan alias Kuna berbuntut panjang.
Ketua PN Medan melalui Kasubbag Tata Usaha dan Keuangan PN Medan Hadi Karokaro resmi membuat laporan ke Mapoldasu dengan nomor LP/932/VIII/2017/SPKT II tanggal 8 Agustus 2017. Pada peristiwa perusakan itu PN Medan mengalami kerugian materil Rp 3 juta.

"Sudah resmi kita laporkan dan kirim alat buktinya. Ya, tinggal kita tunggu proses dari pihak penyidik. Kita tidak mau dong lembaga negara diperlakukan secara semena-mena oleh orang yang tidak puas, kan, ada jalurnya," kata Humas PN Medan, Erintuah Damanik di ruang kerjanya.

Kata Erintuah, walaupun keluarga Kuna tak puas dengan keputusan pengadilan, bukan lantas meluapkan ketidakpuasannya lalu merusak fasilitas negara.
"Tidak boleh orang sesuka hati main hakim sendiri. Mereka kita laporkan supaya tidak menjadi preseden. Kalau kita biarkan, masyarakat akan melihat kemudian melakukan tindakan yang sama kalau tidak dilakukan upaya yang represif," ujarnya.

Perusakan fasilitas tersebut diatur dalam Pasal 170 KUHP mengatur tentang sanksi hukum bagi para pelaku kekerasan terhadap orang atau barang di muka umum.

"Yang kita tekankan Pasal 170 kekerasan barang di muka umum. Itu terancam maksimal tujuh tahun penjara, kata Erintuah.

Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Keuangan PN Medan, Arief Hadi Karokaro menyebut, tindakan keluarga Kuna dikategorikan anarkis.

"Kalian lihat sendiri yang dihancurkan itu seperti bingkai. Kotak pelayanan ada lemari juga rusak, namun masih bisa diperbaiki cuma masuk kerugian. Bingkai kaca juga dibanting dan pecah. Sangat anarkis," kata Arief. (JOIN)


Berita Terkait

Komentar Anda