BPJS Kesehatan “Ujung Tombak”JKN

/ Kamis, 19 Oktober 2017 / 13.50

Karo, Topinformasi 
       Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan merupakan ujung tombak Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai program pemerintah dibidang kesehatan yang beroperasi sejak 1 Januari 2014.
       Namun masih banyak keluhan-keluhan yang diadukan masyarakat seperti kurang maksimalnya pelayanan yang diberikan dan masalah administrasi kepersertaan, sepanjang beroperasinya sistem jaminan sosial tersebut.
       Seperti baru-baru ini terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabanjahe, Kabupaten Karo yang merupakan Rumah Sakit “Plat Merah”. Pasien mengeluhkan pelayanan pihak BPJS yang bertugas di Center Rumah Sakit tersebut. Pasien menuding adanya dugaan modus mempermainkan resep dokter atau  “kongkalingkong” antara pihak BPJS dan Rumah Sakit.
       Tudingan ini dibantah Kepala Cabang BPJS Kabanjahe Manna, Ssi, Apt, MPH, AAK setelah dikonfirmasi di kantornyaJalan Letnan Rata Perangin-Angin No.14 A, Gung Letto, Kabanjahe, Senin (16/10) sekaligus mengklarifikasi berita yang terbit di salah satu media belum lama ini.
       Dijelaskannya, Pasien-pasien peserta BPJS yang menderita penyakit kronis seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung, asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), epilepsy, stroke, schizophrenia, Systemic Lupus Erythematosus (SLE) yang sudah terkontrol atau stabil. Namun masih memerlukan pengobatan atau asuhan keperawatan dalam jangka panjang, bisa dikelola di tingkat fasilitas kesehatan primer.
Dengan demikian, proses penanganannya dimulai dari fasilitas kesehatan (Faskes) tingkat pertama seperti di puskesmas, dokter keluarga, dan klinik yang terus berjenjang menuju ke faskes tingkat lanjutan di rumah sakit. Dan sebaliknya, pasien yang sudah stabil atau sudah bisa terkontrol dikembalikan lagi ke faskes tingkat pertama.
Sementara, lanjutnya lagi, program rujuk balik di era jaminan kesehatan nasional (JKN) ini menjadi salah satu program unggulan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan. Selain mempermudah akses pelayanan kepada penderita penyakit kronis, program rujuk balik membuat penanganan dan pengelolaan penyakit peserta BPJS Kesehatan menjadi lebih efektif.
“Jika pasien sudah dinyatakan pulih oleh dokter rumah sakit, maka pengobatan dilanjutkan di faskes tingkat pertama, misalnya puskesmas. Mekanisme ini diawali surat rekomendasi dokter rumah sakit tentang kondisi pasien. Selanjutnya, pasien bisa mendaftar ke fasilitas pelayanan primer atau kantor cabang BPJS untuk dimasukkan dalam mekanisme rujuk balik,”paparnya didampingi beberapa staff Bagian SDM dan Komunikasi Publik Sella, Bagian Rujukan, Sari dan Grace Bagian Primer.
Setelah itu, pasien akan menerima pengobatan di fasilitas kesehatan primer dan menebus obat di apotek yang sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Pada awal dimulainya JKN, obat bagi penderita penyakit kronis sempat menjadi masalah, karena obat hanya diberikan 3-7 hari. Obat tersebut pun harus diambil di rumah sakit melalui rujukan dari faskes primer. Kondisi ini membuat tidak nyaman peserta BPJS Kesehatan karena harus bolak-balik mengantre untuk mendapatkan obat.
Kondisi tersebut, katanya lagi, disebabkan oleh ketentuan tarif paket rumah sakit atau yang dikenal sebagai INA CBGs (Indonesia Case Base Group) bahwa obat untuk penderita penyakit ini hanya diberikan untuk 3-7 hari.
Hal tersebut dinilai kurang efektif, sehingga sejak 15 Januari lalu, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menteri Kesehatan nomor HK/Menkes32/I/2014 sebagai solusi untuk memecahkan masalah resep obat kronis dan obat kemoterapi yang selama ini menjadi keluhan pasien peserta JKN.
Kini, persoalan itu sudah bisa di atasi dan pengelolaan di faskes primer. Dalam JKN cakupan pelayanan obat yang diperoleh adalah pemberian obat di Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP)/Rawat Inap Tingkat Pertama di fasilitas kesehatan tingkat primer, serta pemberian obat di Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) atau Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan.
Daftar dan harga obat dan bahan medis habis pakai (BMHP) mengacu pada daftar dan harga obat dan BMHP yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Untuk daftar obat dan BMHP mengacu kepada Formularium Nasional (Fornas) dan untuk daftar harga obat dan BMHP mengacu kepada e-catalogue.
Untuk sistem pembiayaannya, pelayanan obat dan BMHP di faskes tingkat pertama sudah termasuk dalam komponen kapitasi yang dibayarkan BPJS Kesehatan. Begitu pula dengan pelayanan obat, alat kesehatan dan BMHP pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan merupakan salah satu komponen yang dibayarkan dalam paket INA CBGs.(Marko Sembiring)
Keterangan gambar : Kepala Cabang BPJS Kabanjahe saat mengklarifikasi pemberitaan media di kantornya.

Berita Terkait

Komentar Anda