"Gugatan perdata tidak mempengaruhi putusan pidana sehingga kami menjalankan sesuai dengan putusan yang ada," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (18/10/2017).Pihak keluarga menyebut rumah di Jalan Perintis Kemerdekaan No 70, Sondakan, Laweyan, Surakarta, itu dibeli atas nama putri Djoko Susilo, Poppy Femialya, pada 2007. Jauh sebelum adanya kasus pengadaan simulator SIM.
Poppy pertama kali melayangkan gugatan di Pengadilan Negeri Surakarta ketika Kemenkeu melelang asetnya. Namun gugatan tersebut ditolak hakim. Tak menyerah, dia mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Tengah sehingga proses pengadilan itu belum inkrah.
Namun, saat Surat Direktur Jenderal Kekayaan Negara atas nama Menteri Keuangan Nomor: S-234/MK.6/2017 tertanggal 15 September 2017 tentang hibah aset untuk Pemkot Surakarta keluar, pihak Poppy mengajukan gugatan lagi. Kali ini ke PTUN Jakarta, meminta pengadilan agar membatalkan surat tersebut. Sidang pertama disebut akan dilaksanakan besok (Kamis, 19/10).
"Silakan saja. Bagi KPK, kami melaksanakan putusan pengadilan tindak pidana korupsi yang sudah berkekuatan hukum tetap. Kemudian kita berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Itu yang menjadi patokan kita. Gugatan perdata tentu tidak menghentikan proses eksekusi putusan pidana," pungkas Febri.
Mantan Kakorlantas Irjen Djoko Susilo dihukum 18 tahun penjara karena korupsi dan melakukan pencucian uang. Djoko terbukti memperkaya diri sendiri sebesar Rp 32 miliar dalam proyek pengadaan driving simulator roda dua dan roda empat. Kerugian keuangan negara dalam proyek ini Rp 121,830 miliar.
Selain diganjar bui, asetnya sekitar Rp 200 miliar disita negara. Aset itu terdiri atas tanah, rumah, dan kendaraan.
Ini jugalah yang menjadi alasan KPK tetap meneruskan hibah, walau tahu adanya gugatan perdata atas tanah dan bangunan itu. Bahkan lembaga antirasuah ini sebelumnya juga pernah dikaitkan dalam proses itu.(dtk)