Sejumlah Lembaga Desak Presiden Keluarkan Kemenyan dari Kawasan Hutan

/ Minggu, 22 Oktober 2017 / 07.39
Baru-baru ini Presiden RI, Joko Widodo melepaskan kawasan perkebunan kelapa sawit dari kawasan hutan seluas 4400 Ha berikut dengan bantuan pendanaan peremajaannya.

Kebijakan ini dinilai bertentangan dengan hukum karena tanaman kelapa sawit bukan termasuk tanaman hutan.

Hal ini langsung ditanggapi oleh beberapa Organisasi Masyarakat Sipil di Sumatera Utara seperti Komunitas Peduli Hutan Sumatera Utara (KPHSU), Lembaga Studi dan Advokasi Kebijakan (ELSAKA), WALHI Sumatera Utara, Yayasan Ekosistem Sumatera (YES) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak dengan kekhawatiran bahwa kawasan kebun kelapa sawit bisa saja bukan milik rakyat, melainkan perusahaan. 

Melihat hal itu, keempat organisasi ini mendesak pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan tanaman kemenyan di Sumatera Utara dari kawasan hutan. 

Pasalnya, kemenyan saat ini berada di kawasan hutan lindung dan hutan produksi sehingga masyarakat kesulitan dalam mengelola dan mengembangkan kemenyan sebagai komoditi yang menghidupkan ekonomi masyarakat.

Diketahui, saat ini sebanyak 631.355 hektar sebaran tanaman kemenyan dari 3,1 juta hektar kawasan hutan yang sudah ditetapkan pemerintah berdasarkan SK Menteri LHK No.579 Tahun 2015.

Sejarah mencatat bahwa kemenyan menjadi komoditi terbesar ketiga terbesar dari Sumatera Utara pada tahun 1919 - 1920dengan penjualan 1500 golden atau setara 1,5 juta rupiah pada masa itu. Hal itu menunjukkan bahwa kemenyan memiliki potensi ekonomi yang tinggi dari Sumut.

"Dengan dikeluarkannya tanaman kemenyan dari kawasan hutan masyarakat dalam hal ini petani kemenyan bisa lebih leluasa dan mandiri mengelola hasil kemenyan untuk penghidupannya," sebut Bekmi Silalahi selaku Direktur Eksekutif ELSAKA saat memberikan keterangan pers di Medan, Jumat (20/10/2017).

Selain itu kemenyan memiliki nilai spiritual bagi masyarakat khususnya yang tinggal di Tapanuli. Sehingga masyarakat yang mengambil hasil kemenyan secara langsung akan merawat hutan demi keberlangsungannya.

"Kemenyan ini dipanen masyarakat satu tahun sekali, biasanya digunakan untuk keperluan sekolah anak atau menjelang perayaan natal. Pastinya masyarakat yang bergantung pada kemenyan akan menjaga hutan dan isinya agar mendapatkan getah kemenyan yang berkualitas," terang Monang Siringo-ringo selaku Direktur YES.

Monang menambahkan kualitas getah kemenyan dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Selanjutnya hutan yang ditumbuhi kemenyan khususnya di daerah Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan menjadi habitat bagi Harimau Sumatera Dan Orangutan.

Kemenyan yang diambil getahnya memiliki nilai ekonomis tinggi disamping menjadi tanaman hutan endemik. Kemenyan hanya dapat tumbuh kawasan hutan yang heterogenik sehingga mampu menghasilkan getah berkualitas. Aktivitas pengelolaan kemenyan pun tidak menganggu kelestarian hutan bahkan sebaliknya menjaga keutuhan hutan serta ekosistem didalamnya. 

Beberapa kawasan yang diusulkan diantaranya 1.900 Ha di Desa Siempat Rube IV Kabupaten Pakpak Bharat, 1.695 Ha di Desa Banuaji, 1.700 Ha di Desa Lumban Dolok serta 972 Ha di Desa Sabungan Kabupaten Tapanuli Utara dan 384 Ha di Desa Karing Kabupaten Dairi. Total keseluruhan yang diusulkan seluas 6.651 Ha.

Berita Terkait

Komentar Anda