"Dari keterangan laporan analisis PPATK mereka sebut bukan menghindar, tapi takut dengan pajak. Data di Jersey dan Guernsey kan akan dilaporkan reporting standart, nah itu mereka takut," kata Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Senin (9/10/2017).
Ken mengatakan, Ditjen Pajak telah mendapat laporan terkait pemilik dana tersebut sejak dua bulan lalu dari PPATK. Dari laporan tersebut, sebanyak 62 orang sudah mengikuti tax amnesty, dan sisanya masih dalam pendalaman.
Lanjut Ken, dari data yang sudah dimiliki Ditjen Pajak akan melakukan pendalaman dengan data mulai dari data tax amnesty, hingga SPT dari para pemilik.
"Kami telitinya tidak hanya yang ikut TA tapi SPT 2016 juga kami periksa. Dari ikut TA dan sebelumnya kami cek," jelas dia.
Jika dalam pencocokan data terdapat yang melanggar, dan sisa dari 62 yang belum ikut tax amnesty, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 18 UU Tax Amensty dan PP Nomor 36 Tahun 2017.
"Sesuai ketentuan perundang-undangan, macam-macam bisa sampai kepenyidikan, kalau untuk sanksi yang lain saya tidak berhak jawab, saya hanya pidana perpajakan, pidana lain bukan wewenang saya," ungkap dia.
Dia mengakui, aliran dana transfer yang dilakukan oleh Bank Standard Chartered ini memiliki potensi menjadi peneeimaan pajak, namun dirinya enggan menyebutkan lantaran masih dalam tahap pendalaman.
Tidak hanya itu, hingga saat ini yang melakukan transfer dana besar hanya dilakukan oleh Bank Standard Chartered, dipastikan setelah implementasi Automatic Exchange of Information (AEoI) pada 2018, akan banyak bank yang melakukan.
Lanjut Ken, 81 WNI ini juga dianggap sebagai wajib pajak (WP) yang patuh lantaran seluruhnya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Dia berjanji, dalam waktu yang tidak lama juga pendalaman data 81 WNI ini diselesaikan.
"Belum dihitung (potensi). Masih kami bandingkan , kan masih ada transfer ikut TA, ada yang belum, akhir bulan kami minta selesai, ini saja separuh selesai," tutup dia (sumber detik.com)