Medan - Kebijakan Pemko Medan memberhentikan langganan koran mendadak sangat sensitif dalam pembinaan pers saat ini, bahkan menjurus dikotomi atau membenturkan media siber dengan media cetak.
Hal itu ditegaskan Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sumut Ir Zulfikar Tanjung di kantor organisasi perusahaan media online konstituen Dewan Pers itu di Jalan Denai Medan, Rabu (06/01).
Didampingi Wakil Ketua Drs H Agus S Lubis, Sekretaris Erris J Napitupulu serta Penasihat Drs Khairul Muslim dan Rony Purba, Zul sangat.menyesalkan kebijakan Pemko Medan yang bertentangan prinsip pembinaan pers itu.
Zul yang juga anggota Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Propinsi Sumut ini mengakui dekade terakhir ini semakin mengkristal opini bahwa dinamika media siber akan "membunuh" media cetak, padahal opini itu tidak sepenuhnya benar.
"Opini yang membenturkan media cetak dan siber itu sangat berbahaya dalam prinsip pembinaan pers dan media massa yang merupakan salah satu amanah tugas pokok pemerintah pusat hingga daerah, termasuk Pemko Medan," ujar Zul yang juga Penasihat Forum Wartawan Pemprov Sumut.
Seyogyanya, di saat derasnya opini dikotomi itu, lanjut Zul, Pemko Medan memberikan pengayoman secara berimbang dan memberikan porsi untuk membantu media cetak agar bisa tetap eksis dan secara bersamaan memberi pelayanan yang memunculkan citra bahwa bagi Pemko Medan media cetak dan online sama pentingnya.
"Dengan memberhentikan langganan koran akan menimbulkan kesan bahwa Pemko Medan tidak butuh lagi membaca koran. Nah, kalau opini seperti ini kan bisa muncul kesan karena sudah ada siber. Ini yang dikhawatirkan mempertajam dikotomi itu," ujarnya.
Zul berpendapat sebaiknya Pemko Medan memberikan pelayanan sama dalam pembinaan media. Berlangganan koran tetap saja, lalu ditambah program inovasi yang memberi manfaat kepada online, misalnya cetak dan online diberi porsi sama dalam advertorial, sosialisasi dan lainnya, seperti yang dilakukan Gubsu Edy Rahmayadi dan Wagubsu Musa Rajekshah.
Zul mengakui media cetak memang sedang mengalami masa sulit dan sebagian besar kalangan media siber khususnya sebagian besar anggota SMSI tidak menghendaki ini karena idealnya cetak dan siber bisa seiring dan saling bersinerji.
Lagipula secara pribadi Zul yang hingga kini juga masih tetap berkecimpung di media cetak yakin media cetak tidak akan pernah hilang digantikan oleh teknologi yang lebih baru.
"Hanya saja akan ada transformasi bentuk mencapai kondisi ideal dan saling sinerji meski bagaimana bentuk sinerji itu atau yang seperti apa, kita belum tahu. Namun biar mengalir seperti air, jangan ditambah keruh dan didikotomikan," ujarnya.
Lagipula media cetak sudah pernah mampu melewati "ancaman" dari media televisi yang mulai populer di Indonesia pada akhir 1980-an. Kemunculan televisi membuat koran tampil berwarna, tampilan foto lebih besar dan mencolok. Budaya visual memengaruhi tampilan media cetak sehingga bisa terus bertahan. "Saya optimis di era digital pun media cetak akan menemukan inovasi itu," ujarnya.